Jaminan kesehatan yang dimaksud dapat berupa:
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan/ Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan), yang dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014. BPJS Kesehatan merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS, TNI/POLRI, dan Pejabat Negara, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa. Jenis kepesertaan BPJS Kesehatan:
Pekerja Penerima Upah (PPU) terdiri dari:
Pekerja Penerima Upah Penyelenggara Negara (PPU PN/Pegawai Negeri Sipil) dan anggota keluarga yang ditanggung
Prajurit dan anggota keluarga yang ditanggung
Polri dan anggota keluarga yang ditanggung
Pejabat negara dan anggota keluarga yang ditanggung
Kepala desa dan anggota keluarga yang ditanggung
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) dan anggota keluarga yang ditanggung
Pekerja Penerima Upah Badan Usaha dan anggota keluarga yang ditanggung
Penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah (PBPU Pemda) adalah penduduk yang belum diikutsertakan sebagai peserta Program Jaminan Kesehatan, yang didaftarkan dan ditetapkan oleh pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota ke dalam Program Jaminan Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan. Pendaftaran penduduk tersebut dilakukan berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BPJS Kesehatan dengan pemerintah daerah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP)
Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri, terdiri dari: Pekerja di Luar Hubungan Kerja (Pekerja Mandiri) dan Pekerja yang termasuk kelompok bukan penerima upah
Bukan Pekerja (BP) terdiri atas: Investor, Pemberi Kerja yaitu orang perseorangan yang mempekerjakan tenaga kerja, dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya, dan Penerima Pensiun.
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) adalah Peserta yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang iurannya dibayarkan oleh Pemerintah.
Asuransi kesehatan swasta adalah jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi jika mereka jatuh sakit atau mengalami gangguan kesehatan yang diselenggarakan oleh pihak swasta. Contoh penyelenggara asuransi kesehatan swasta di Indonesia adalah Prudential, Allianz, Manulife, Simas Sehat Gold, Cigna Proteksi Sehat, dan berbagai penyedia jasa asuransi swasta lainnya.
Penggantian biaya pengobatan/kesehatan adalah penggantian sejumlah biaya untuk pengobatan/kesehatan yang telah dikeluarkan pekerja maupun anggota keluarganya yang ditanggung oleh perusahaan atau tempat kerja (reimbursement). Perlu diketahui bahwa besarnya biaya pengobatan yang akan diganti kembali oleh perusahaan, tergantung pada kebijakan di masing-masing perusahaan. Ada perusahaan yang memberikan reimbursement sebanyak nominal biaya pengobatan yang tertera di kwitansi pembayaran, namun ada pula yang hanya mengganti sebagian dari biaya pengobatan tersebut.
Fasilitas kesehatan yang dimaksud adalah fasilitas kesehatan yang diberikan secara langsung atau tak langsung untuk kesehatan para karyawan maupun keluarganya. Misal tersedianya poliklinik, dokter perusahaan/kantor, dll.
Jaminan kecelakaan kerja memberikan perlindungan berupa jaminan pelayanan/perawatan, santunan, dan tunjangan cacat apabila tenaga kerja mengalami kecelakaan saat menuju, menunaikan, dan selesai menunaikan tugas pekerjaan serta berbagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Jaminan kecelakaan kerja yang dimaksud dapat diselenggarakan oleh pemerintah misalnya BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, Asabri, maupun penyelenggara swasta lainnya, contoh: Adira Proteku Basic, Asuransi Personal Accident Supreme, Simas Jiwa SIJI Secure 1, dll.
Jaminan kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. Selain JKM yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek), Taspen, dan Asabri, JKM dapat pula dikelola oleh perusahaan asuransi swasta yang bekerja sama dengan perusahaan atau tempat kerja responden
Jaminan hari tua diberikan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai, apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Perusahaan swasta, BUMN/BUMD, biasanya menerapkan sistem ini, khususnya pada pegawai tetap yang telah memenuhi syarat mendapatkan JHT.
Program Jaminan Hari Tua yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan maupun penyelenggara swasta lainnya, ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Program Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan pada saat tenaga kerja mencapai usia pensiun atau telah memenuhi persyaratan tertentu.
Jaminan pensiun diberikan ketika peserta karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Dalam hal ini, jaminan pensiun yang didapat, berasal dari iuran/sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah. Termasuk memiliki/menerima jaminan pensiun misalnya: Pensiunan PNS/ASN, TNI/Polri, Pensiunan Pejabat Negara. Khusus untuk pensiunan PNS/ASN, dana pensiun dikelola oleh PT. Taspen, sementara PNS/ASN di Kementerian Pertahanan dan TNI/Polri dana pensiunnya dikelola oleh PT. Asabri.
Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja/buruh kehilangan pekerjaan. Jaminan kehilangan pekerjaan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021. Peraturan Pemerintah ini merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam Pasal 1 PP ini disebutkan, Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang selanjutnya disingkat JKP adalah jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja. Pasal 2 mengatur bahwa pengusaha wajib mengikutsertakan pekerja/buruh sebagai peserta dalam program JKP.
Program JKP dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat Pekerja/Buruh kehilangan pekerjaan. JKP diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan Pemerintah Pusat
Cuti tahunan/cuti bersalin diberikan oleh perusahaan/tempat bekerja tanpa memotong gaji/upah pokok. Cuti tahunan menurut UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Pasal 79 Ayat 2 adalah sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus dan berdasarkan pasal 84 berhak mendapatkan upah penuh. Pasal 79 ini diubah di UU No 11 2020 Cipta Kerja. Cuti tahunan disebutkan pada pasal 79 ayat (3) paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus. Aturan bahwa pengusaha tetap wajib membayar upah ketika pekerja/buruh menjalankan hak waktu istirahat dan cutinya ada di Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan pasal 40 ayat (2) c.
Cuti bersalin/melahirkan merupakan salah satu hak pekerja perempuan. Meskipun tiap perusahaan mempunyai kebijakan yang berbeda-beda terkait cuti hamil/melahirkan, namun pengaturan mengenai cuti hamil/melahirkan diatur dalam Pasal 82 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni sebagai berikut: Ayat 1 “Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan”. Aturan ini hanya menetapkan durasi minimal yang wajib diberikan bagi pekerja perempuan yang hamil dan melahirkan. Artinya perusahaan dapat memberikan waktu istirahat/cuti yang lebih lama dari ketentuan 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan tersebut. Lebih lanjut, Pasal 84 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menetapkan “Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat hamil dan melahirkan berhak mendapat upah penuh.” (tidak memotong upah/gaji pokok).
Cuti Sakit adalah waktu istirahat yang diperoleh pekerja yang mengalami sakit (suatu keadaan terganggunya fisik maupun psikis manusia, yang dapat menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari) sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan. Oleh karenanya setiap perusahaan/tempat usaha seharusnya memiliki kebijakan khusus terkait cuti sakit. Hal ini bukan hanya terkait dampak terhadap produktivitas kerja tetapi juga menyangkut perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja pekerjanya.
Pekerja yang mengambil cuti sakit berhak mendapatkan upah/gaji. Kewajiban pengusaha untuk membayar upah pekerjanya yang sakit (cuti sakit tanpa dipotong upah/gaji) diatur dalam pasal 93 ayat (2) huruf a UU 13/2003. Pekerja yang mengambil cuti sakit berhak mendapatkan upah penuh. Namun pasal 93 ayat (3) UU 13/2003 mengatur skala upah yang harus dibayarkan kepada pekerja yang sakit terus-menerus, dan sulit disembuhkan, sebagai berikut:
Untuk 4 bulan pertama, dibayar 100% dari upah
Untuk 4 bulan kedua, dibayar 75% dari upah
Untuk 4 bulan ketiga, dibayar 50% dari upah, dan
Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.
Cuti haid merupakan hak cuti yang dapat diambil oleh pekerja perempuan ketika haid. Hal tersebut telah diatur dalam UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 81 ayat (1) UU 13 yang menyebutkan bahwa “Pekerja perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.”
Pasal 81 ayat (2) menyebut pelaksanaan ketentuan cuti haid diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Dalam hal pelaksaan cuti haid tidak diatur dalam ketiga peraturan tersebut, anda tetap berhak untuk mengambil cuti haid dengan menginformasikan kepada atasan serta kepada personalia atau HRD di perusahaan anda bekerja.
Dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 pasal 93 ayat (2) berbunyi: Pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan. Berdasarkan aturan ini jelas bahwa pekerja perempuan yang mengambil hak cuti haid akan tetap mendapatkan upah penuh.
Upah Minimum adalah upah terendah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan terhadap pekerja/buruh di suatu wilayah. Acuan penetapan Upah Minimum dalam UU Cipta Kerja, yaitu:
Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi.
Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.
Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.
Syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten/kota yang bersangkutan.
Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi. Pengaturan Upah pada Usaha Mikro dan Kecil dikecualikan dari Upah Minimum, yang besarannya disepakati harus di atas persentase tertentu dari rata-rata konsumsi.
Nomor 25.d - 25.i ditanyakan hanya jika Nomor = 4 (Berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai)
Syarat jawaban YA pada pertanyaan ini adalah jika perusahaan/usaha tempat bekerja menerapkan aturan UMP/UMK dan buruh yang bersangkutan upahnya sama dengan atau lebih tinggi dari UMP/UMK.